Rabu, 09 Januari 2013 | By: kurniawan

Saat di Persimpangan Jalan

Oleh: Kurniawan Dwi A



Satu setengah tahun sudah aku menjalani kuliah di PGSD UPY semenjak aku memutuskan untuk pindah dari salah satu jurusan di UNY. Rasa sesal memang masih ada hingga sekarang terutama ketika melihat sebagian teman-teman seangkatanku lulus SMA sudah ada yang bergelar sarjana dan mendapatkan pekerjaan. Lupakan sejenak tentang kesuksesan teman-temanku. Kini aku harus instropeksi bahwa ternyata hidup ini tak semudah yang dibayangkan. Tidak selamanya apa yang kita lakukan selalu berakhir bahagia.

Menengok sekitar 3,5 tahun yang lalu ketika aku lulus SMA, aku sadar saat itu aku masih belum memiliki bayangan tentang masa depan seperti apa yang ingin kujalani hingga akhirnya memilih jurusan kuliah pun saat itu aku masih ragu. Hingga akhirnya saat SNMPTN aku sendiri memlih jurusan dengan bantuan BK di sekolah. Ketika pengunguman hasil SNMPTN, ternyata aku diterima. Rasa syukur sempat terucap kala itu. Namun, jurusan yang diterima kala itu merupakan pilihan kedua dan jurusan tersebut kurang begitu aku pahami betul. Disinilah kesalahanku, aku terlalu memikirkan label sekolah negri sehingga  membuat diriku berani untuk langsung regristasi masuk ke UNY.
Awal masuk kuliah di sana, saya masih bisa mengikuti perkuliahan karena sebagian materi kuliah tidak jauh beda saat dengan SMA. Namun, seiring berjalannya waktu ternyata semakin aku melangkah semakin berat saja. Banyak ilmu yang semakin sulit untuk kuserap dan kuterima. Terkadang terbesit keinginan untuk pindah jurusan. Hingga akhirnya dua tahun setelah itu tepatnya di tahun 2011, ada salah seorang temanku yang merasakan hal yang sama dan dia mengajakku untuk mendaftar lagi masuk ke jurusan lain. Ketika mendengar ajakan itu, akupun berpikir terlebih dahulu dan tidak mau langsung menjawabnya.

Benar saat waktu itu adalah waktu di mana aku dalam keadaan yang sedang berda dalam situasi membingungkan  dan serasa berada di persimpangan jalan. Hingga pada suatu malam aku berdoa pada sang Maha Pencipta mengharapkan sebuah petunjuk tentang apa yang harus aku lakukan untuk masa depan.      Beberapa hari kemudian tepatnya awal Januari 2011, aku bertemu dengan orangtuaku tentang apa yang sudah terjadi. Akhirnya ayah mengijinkan ikut tes masuk lagi, tetapi kuliah di UNY harus tetap dijalani. 

Saat itu, aku sudah mulai mampu berpikir jurusan mana yang ingin kupilih. Dari hati yang paling dalam akhirnya aku memilih jurusan PGSD karena selain baru banyak dibutuhkan juga faktor keinginan sejak kecil. Selama setengah tahun sebelum diadakan ujian tes SNMPTN aku menjalani dua rutinitas yang berlawanan yaitu belajar untuk kuliah dan belajar pelajaran SMA. Kebetulan karena dahulu aku SMA nya IPA akhirnya aku ibarat belajar dari nol. Tapi hal itu tak menjadi hambatan bagiku.

Hingga akhirnya, waktu ujian SNMPTN tiba. Sebagian besar soal berhasil kukerjakan, meskipun aku tidak tahu benar atau salah. Biarlah yang terpenting bagiku sudah berusaha. Ketika pengunguman tiba, ternyata nama ku tidak tercantum di sana. Sedih itu sudah pasti, tapi hal itu tidak terlalu aku pikirkan karena masih ada jalur mandiri. Namun, sekali lagi nasib berkata lain yaitu sekali lagi aku tidak diterima.

Melihat kenyataan yang hadir saat itu, sekali lagi aku serasa berada di persimpangan jalan. Hingga ayah datang dan menawariku untuk mendaftar di sekolah swasta. Awalnya aku merasa ragu, namun hatiku yang paling dalam mengatakan “Iya lakukanlah”. Terbesit kala itu aku memilih mendaftar di dua tempat yaitu di UPY dan UST. Bersyukur kala itu, dua-duanya diterima dan akhirnya aku memilih di UPY karena lebih dekat dari rumah saat itu akreditasinya lebih baik disbanding UST. Karena untuk regristrasi memerlukan biaya yang tidak murah, aku bertanya pada orang tua tentang kesanggupan akan hal itu. Bersyukur orang tua menyanggupi, namun itu artinya aku harus kuliah di dua tempat.

Dua minggu sudah setelah awal semester ganjil masuk, aku merasakan kuliah di dua tempat yang berbeda baik jurusan maupun materi yang 180 derajat perbedaannya. Akibatnya hampir setiap hari, aku selalu berangkat pagi dan pulang malam hari. Melihat adanya hal itu, orang tua merasa kasihan dan kemudian berbicara pada diriku bahwa seandainya dirimu keberatan kamu boleh menjalani salah satu saja. Mendengar ucapan tersebut aku sangat bersyukur dan berterimakasih dan akhirnya aku memilih di PGSD saja sesuai dengan apa yang aku inginkan. Aku tak tahu harus dengan apa aku membalas kebaikan orangtuaku. Berapa banyak biaya yang dikeluarkan mungkin sudah tak terhitung lagi. Semoga jalan yang aku pilih saat ini adalah jalan yang benar karena aku tak ingin mengecewakan orang tuaku. Aku harus melakukan yang terbaik demi membalas kebaikan orangtuaku sambil berdoa semoga Allah Swt. memudahkan jalan yang aku tempuh saat ini. 

0 Komentar:

Posting Komentar