Jumat, 11 Januari 2013 | By: kurniawan

Buah Kesabaran

Oleh: Kurniawan Dwi A


Kisah ini berawal dari seorang anak desa di Jogja bernama Hardi. Hardi sejak kecil tinggal bersama ibunya, sedangkan ayahnya sudah meninggal sejak Hardi masih kecil dan ia juga tidak memiliki saudara kandung. Bersama ibunya, Hardi ikut membantu berjualan soto ibunya kecil-kecilan di depan rumahnya. Walaupun hasil dari berjualan soto terkadang masih belum mampu mencukupi kebutuhan, mereka tetap bersyukur atas rizki yang telah diberikan Allah Swt.

Beberapa tahun kemudian, Hardi sudah menginjak dewasa. Ia meminta ijin kepada ibunya untuk merantau ke Jakarta. Ia berniat mencari pengalaman dan mengembangkan usaha sotonya di sana. Niat Hardi tersebut mendapat restu dari orangtuanya seraya mendoakan yang terbaik bagi anaknya.

Saat di Jakarta, ia meneruskan usaha orangtuanya berjulan soto. Karena belum punya tempat yang menetap untuk berjualan, ia menjajakan sotonya secara keliling dengan dipanggul. Banyak cobaan yang ia alami ketika berjualan di sana. Cobaan itu seperti preman  yang ketika makan tidak mau membayar, terserempet mobil saat sedang berjualan,  Hasil jualannya dicopet dan masih banyak lagi. Cobaan yang datang dihadapinya dengan tabah dan penuh kesabaran . Selain itu, cobaan tersebut juga tak membuat Hardi menjauhkan diri dari sang Pencipta.

Hingga suatu ketika ia lewat sebuah bank yang saat itu terjadi perampokan. Perampok itu membawa pistol yang membuat para pegawai bank ketakutan. Orang yang di luar pun tidak berani mendekat terkecuali Hardi. Ia menyelinap secara diam-diam mendekati pintu dan kemudian secara cepat dan tepat ia melemparkan sendok sayur ke arah pistol. Seketika pistol  itu terlempar dan Hardi langsung masuk untuk menangkap perampok itu. Situasi akhirnya terkendali dan beberapa kemudian polisi juga datang.
Setelah itu, direktur dan seluruh karyawannya mengucapkan terima kasih atas apa yang dilakukannya. Melihat Hardi berjualan soto, direktur bank itu berniat memborong dagangannya. Hardi pun sangat senang dan ternyata sotonya dinilai sangat enak oleh direktur bank tersebut. Karena hal tersebut, direktur bank berniat memberikan Hardi sebuah kios untuk mengembangkan usahanya. Hardi pun menerima dengan senang hati atas pemberian itu. Berawal dari situlah usaha Hardi semakin dikenal dan berkembang. Banyak para pelanggan yang datang ke warung sotonya setelah peristiwa yang terjadi di bank itu. Hingga tak terasa dua tahun lamanya usahanya berkembang pesat hingga ia memiliki banyak karyawan.

Menjelang hari raya tiba, ia teringat jika sudah bertahun-tahun meninggalkan ibunya. Walaupun selama ia di Jakarta ia mengirim uang dan telepon dengan ibunya, namun hal itu tetap dirasa masih kurang. Ia ingat kalau keberhasilannya saat ini berkat doa dari ibunya.

Hari itu pun telah tiba, Hardi pulang ke kampong halamannya. Hardi membawakan berbagai macam oleh-oleh. Hatinya pun semakin bertambah bahagia karena melihat ibunya yag masih kelihatan muda berkat ketaatan dan keimanan untuk selalu mendoakan anaknya. Walaupun sekarang Hardi sudah menjadi orang kaya, ia masih mau memasak untuk ibunya. Ibunya pun bangga atas perbuatan Hardi yang senantiasa menjadi anak berbakti pada orang tua

0 Komentar:

Posting Komentar