Oleh: Kurniawan Dwi A
Kisah ini berawal dari seorang anak desa di Jogja
bernama Hardi. Hardi sejak kecil tinggal bersama ibunya, sedangkan ayahnya
sudah meninggal sejak Hardi masih kecil dan ia juga tidak memiliki saudara
kandung. Bersama ibunya, Hardi ikut membantu berjualan soto ibunya
kecil-kecilan di depan rumahnya. Walaupun hasil dari berjualan soto terkadang
masih belum mampu mencukupi kebutuhan, mereka tetap bersyukur atas rizki yang
telah diberikan Allah Swt.
Beberapa tahun kemudian, Hardi sudah menginjak dewasa.
Ia meminta ijin kepada ibunya untuk merantau ke Jakarta. Ia berniat mencari
pengalaman dan mengembangkan usaha sotonya di sana. Niat Hardi tersebut
mendapat restu dari orangtuanya seraya mendoakan yang terbaik bagi anaknya.
Saat di Jakarta, ia meneruskan usaha orangtuanya
berjulan soto. Karena belum punya tempat yang menetap untuk berjualan, ia
menjajakan sotonya secara keliling dengan dipanggul. Banyak cobaan yang ia
alami ketika berjualan di sana. Cobaan itu seperti preman yang ketika makan tidak mau membayar,
terserempet mobil saat sedang berjualan, Hasil jualannya dicopet dan masih banyak lagi.
Cobaan yang datang dihadapinya dengan tabah dan penuh kesabaran . Selain itu,
cobaan tersebut juga tak membuat Hardi menjauhkan diri dari sang Pencipta.
Hingga suatu ketika ia lewat sebuah bank yang saat itu
terjadi perampokan. Perampok itu membawa pistol yang membuat para pegawai bank
ketakutan. Orang yang di luar pun tidak berani mendekat terkecuali Hardi. Ia
menyelinap secara diam-diam mendekati pintu dan kemudian secara cepat dan tepat
ia melemparkan sendok sayur ke arah pistol. Seketika pistol itu terlempar dan Hardi langsung masuk untuk
menangkap perampok itu. Situasi akhirnya terkendali dan beberapa kemudian
polisi juga datang.
Setelah itu, direktur dan seluruh karyawannya
mengucapkan terima kasih atas apa yang dilakukannya. Melihat Hardi berjualan
soto, direktur bank itu berniat memborong dagangannya. Hardi pun sangat senang
dan ternyata sotonya dinilai sangat enak oleh direktur bank tersebut. Karena
hal tersebut, direktur bank berniat memberikan Hardi sebuah kios untuk
mengembangkan usahanya. Hardi pun menerima dengan senang hati atas pemberian
itu. Berawal dari situlah usaha Hardi semakin dikenal dan berkembang. Banyak
para pelanggan yang datang ke warung sotonya setelah peristiwa yang terjadi di
bank itu. Hingga tak terasa dua tahun lamanya usahanya berkembang pesat hingga
ia memiliki banyak karyawan.
Menjelang hari raya tiba, ia teringat jika sudah
bertahun-tahun meninggalkan ibunya. Walaupun selama ia di Jakarta ia mengirim
uang dan telepon dengan ibunya, namun hal itu tetap dirasa masih kurang. Ia
ingat kalau keberhasilannya saat ini berkat doa dari ibunya.
Hari itu pun telah tiba, Hardi pulang ke kampong halamannya.
Hardi membawakan berbagai macam oleh-oleh. Hatinya pun semakin bertambah bahagia
karena melihat ibunya yag masih kelihatan muda berkat ketaatan dan keimanan untuk
selalu mendoakan anaknya. Walaupun sekarang Hardi sudah menjadi orang kaya, ia masih
mau memasak untuk ibunya. Ibunya pun bangga atas perbuatan Hardi yang senantiasa
menjadi anak berbakti pada orang tua
0 Komentar:
Posting Komentar